Minggu, 15 Agustus 2021

yaudah iya

 

Terkadang seseorang pergi bukan mutlak karena keinginannya sendiri pun juga bukan karena ada sesuatu lain yang sedang ingin ia kejar.
Seiring dengan waktu, kesadarannya mulai terbangun.
Malam-malam sebelum ia terlelap, beberapa ingatan dan bahan pemikiran hinggap dikepalanya.
Terhanyut dipenghujung malam kian juga terseret di pagi hari kala ia ingin menyambut sendu mentari yang baru.
Bergegas bangun lalu ia sadar.
Lalu ia pergi hanya karena tersadar bahwa respon yang ia terima tak sama dengan respon yang ia beri ketika menerima

Lantas bagaimana?
Ya aku sendiri juga tak tahu-menahu bagaimana solusinya.

Mutlaknya, banyak yang datang dan tak sedikit juga yang pergi.
Linimasa mu pasti berkeliaran mereka-mereka yang hanya singgah dan bukan sungguh.
Jangan pungkiri, setiap hidup punya komposisi nya masing-masing.

Lantas, jaga saja mereka yang ada, bukan karena perihatin ataupun seolah-olah kasihan pada eksistensinya, mereka yang ada kini pada linimasa mu harap dijaga dan diperhatikan baik-baik seperti ucapan guru pada masa pendidikan mu, beberapa hadir memberi mu lebam dan tak sedikit juga hadir memberi mu kiat juga buah ingat yang sungguh manis.



Kamis, 11 Februari 2021

Kurban

Tentang pengorbanan yang tanpa menjadi korban. 


Pagi menjelang dan gelap kian menghilang
itulah realitas tanpa batas yang makhluk hidup harus jalani sampai ia mati.


Pagi tadi kembali tersaji akan masa lampau yang kini sulit terjangkau.
Berbekal selimut dan bantal, khayalan mimpi itu membawa sukma pada tingkat tertinggi dimana realitas bisa ia ciptakan sendiri.

Sesaat termangun, tersadar bahwa pagi telah menjelang dan ada sisa-sisa rutinitas yang harus tuntas.
Setidak-tidaknya, selimut dan bantal haruslah tersusun rapi sebelum raga meninggalkan ranjang yang kini ditinggalkan bersama mimpi tadi malam.

Sama seperti manusia moderen masa kini, pagi tak lengkap tanpa memeriksa notifikasi pada perangkat pintar yang kini membuat candu para penggunanya.

Satu notifikasi masuk, kini dua sudah, lalu kemudian beratus masuk tanpa permisi adanya.
Tanpa sadar, jari-jemari kian tak bersabar untuk mengetahui makna dari para notifikasi ini.

Wah, ternyata ratusan notifikasi itu datang dari sebuah grup organisasi yang dulu aku getol untuk sekedar mencari jati diri didalamnya.
Dalam pesan singkat yang terasa duplikat, tersemat kata selamat, selamat kepada kedua individu yang sebelumnya adalah kandidat.
Setidaknya, isi pesan singkat nan duplikatnya seperti ini "Selamat kepada Juwita Theresia Panjaitan dan Tulus Panggabean atas terpilihnya menjadi Ketua dan Sekretaris Cabang GMKI Pematangsiantar-Simalungun MB 2021-2023"

Senang bukan kepalang memang jika pada masa ini tersisa jiwa-jiwa yang masih ingin dan hendak untuk menjadi seorang hamba yang tanpa diperbudak maupun memperbudak.

Sudah dan ingin menyudahi tulisan ini, terlalu panjang juga terkesan formalitas semata bukan? .
Dan pada akhirnya sekali lagi, selamat kepada kalian berdua !!!




Ujungbatu, 10 Februari 2021


Senin, 11 Januari 2021

Melancong...

 

Pun hidup memang harus berjalan seperti bajingan bukan?

Penggalan lirik pada sebuah lagu yang pernah membawa ku pada masa transisi malam menuju pagi baru yang harus kuhadapi. 

Detik demi detik bergulir, hari-hari kini juga telah berubah menjadi bulan, pun tahun sendiri kini sudah bertambah jumlahnya.

Masih jelas berbekas dimana berkas dan sejumlah kertas mewarnai tiap malam yang terlalui.
Tak lekang juga dimana ingatan pada sebuah kegiatan mengasah sisi kemanusiaan ku itu sendiri.
Juga pada sebuah kengangan dimana pada tiap malamnya aku masih merayakan sebuah kepergian.

"Apa kabar kampung halaman?" adalah sebuah kalimat yang selalu menaungi pikiran para pelancong kini. Tapi bagaimana jika seorang pelancong itu bertransmigrasi dari sebuah tempat padat lalu-lalang menuju sebuah tempat antah-berantah dimana keabsurditasan menemani pada tiap hari yang dijalani?

Sudah, katakan saja sudah, kukatakan sekali lagi sudah...

Pada sebuah jalanan yang kian menyajikan panas yang berlebihan, ada sebuah nazar serta rasa yang memang harus dibayar lunas dan tuntas.

Kamis, 31 Desember 2020

Dua puluh dua puluh


Lebam... 

Bahkan sebelum mengawalinya saja sudah lebam terlebih dahulu.

Terkapar, berceceran ditanah, tak berdaya, pasrah dan bukan berserah. 


Berwarna seolah ia adalah galeri warna.

Mulai dari yang sangat gelap pun sampai yang teramat terang ia miliki. 


Transisi terjadi manakala momen-momen mengalir sampai detik ini. 

Pun sampai sekarang, pribadi ini masih terus bertransisi mencari picisan jati diri yang entah kemana ia terjatuh lalu menghilang. 


Mencarinya dibangku-bangku, bangku-bangku tak memberinya jalan pada apa yang ia rasa tentu. 

Mencarinya diantara keramaian pemalsu pendirian, keramaian sangat dan terlalu banyak memberi varian. 

Lantas ia mencarinya diantara jalanan yang juga terasa amat-sangat bersahabat, tatkala hingga kini ia mencintai perjalanan ini. 


Berbagai rasa dan varian ia sajikan, tahun ini bisa disebut tahun yang sedikit menyedihkan. 


Kamis, 29 Oktober 2020

Kotoran sapi jantan


Perihal omong kosong bahwa setiap mulut dapat berdalih bahwa ia tak pernah mengucapkannya. 

Pada setiap jiwa yang sadar maupun tak sadar juga dapat memproklamirkan bahwa ia tak sekelompok pada mereka yang masuk dalam kategori pembual. 


Enyenyenyenye... 


Semua terucap setiap kata terlipat menjadi satu lalu terlahir sebuah kalimat. 


Sejatinya huruf memang akan bertransformasi menjadi kata, lalu kata akan dirangkai menjadi sebuah kalimat, manakala kalimat tersusun akan terlahir sebuah paragraf.

Tak ada kalimat tanpa sebuah makna yang terlipat dalam eksistensinya.

Tak ada juga perkataan yang beresensi jika juga tak disertakan aksi. 


Sana-sini berkata namun jaminan bahwa kata itu nyata nihil adanya. 


Sedikit hina jika mulut ini berucap bahwa mereka semua adalah bajingan bersolek dan maaf jika memang itu kenyataan yang harus terungkapkan, atau itu tidak diperlukan? 


Ujung Batu, Jum'at 30 Oktober 2020.

Selasa, 06 Oktober 2020

Sontoloyo

Akankah tercium kesana kemari aroma busuk ini.

Oalah apalagi ini?
Kenapa lagi dengan semua ini?
Kelakuan apalagi yang menyebabkan kondisi seperti ini?
Kenapa disaat yang katanya pendemi ini kagaduhan acak terjadi lagi?
Oh maaf, ternyata ini bukan kegaduhan acak tanpa sebab musabab.

Bukan perkara kaki terinjak lalu kau langsung teriak
Bukan perkara badan dipukuli lalu kau langsung berorasi
Bukan juga perkara kepala mu terkena lemparan lalu kau turun ke jalanan

Kata-kata akan tinggal menjadi kumpulan huruf yang dirangkai sedemikian rupa tanpa ada campur tangan sang pembaca untuk memaknai dan merefleksikan esensi dibaliknya.

Negri ngeri dengan semua kongkalikong dalam berbagai versi.
Puan dan tuan yang kini dengan santai duduk manis, menentukan nasib rakyatnya yang di tengah pandemi sedang menangis, meringis.
Bahkan untuk hidup tetap lanjut dan mengisi perut, rela menjadi jongos yang tidak seimbang dengan ongkos

Sebegitu pentingnya aspek yang satu ini hingga melupakan semua opini dari berbagai perspektif lainnya.
Terkadang hati bertanya, "apasih yang Puan dan tuan pikirkan ketika bangun pagi sebagai wakil rakyat disana? "
Pemungutan suara terjadi, suara saja yang butuhkan sedangkan masa depan dan kesejahteraannya urusan belakangan.

Setahun sudah berlalu sejak topik hangat Reformasi dikorupsi tergerus waktu dan sekumpulan kebijakan timpang di negri ini.

Tapi, ah sudahlah.

Semoga TUHAN SEMESTA ALAM
Menyertai mereka-mereka yang turun kejalanan bersuara, beraspirasi, berpendapat untuk masa depan negri ngeri ini...

Panjang umur untuk hal-hal baik 🌻

Jumat, 28 Agustus 2020

Corat-coret

Capital is me

Tak pernah tamat memahami ia secara utuhnya.
Sepotong demi sepotong ia berceceran dijalanan, di gedung-gedung, bahkan dalam banyak benak makhluk berpikir.
Ia yang kalah dengan taktik licik akan merasakan hidup yang sangat pelik.

Pelik, tercekik, memekik...

Sedap mereka memakan uang rakyatnya, dengan sepuasnya, dengan semaunya.

Mengaku wakil namun terkadang eksistensi nihil.
Hanya mengisi kekosongan bangku yang tak berdampak pada bangsa yang mengaku maju.
Bangku-bangku yang tersedia bagi mereka yang bersedia menghalalkan segala cara.
Segala cara dihalalkan hanya untuk satu tujuan yang entah bagaimana relasinya terhadap ideologi bangsa yang perlahan lebur dan kabur terselubung dibalik ingin busuk yang kian membumbung.

Sempit yang sempat dan sempat yang sempit.

Banyak otak yang dipaksa untuk bekerja demi hari esok yang entah bagaimana.
Pandemi mengobati luka ketamakan ini.
Cari panggung sana-sini terkait masa pemilihan ini.
Perut-perut lapar berteriak, standarisasi pendidikan kian terombak, dan Trias politika juga semakin tak diterima otak.

Duduk santai berteman ac membuat cara pikir mu  tak jalan mengalir selaras dengan aspirasi rakyat yang kian bergulir.

Kami tolak sana-sini kau bekap otak kami

Ah sudahlah, mungkin ini hanya delusi semata atau memang bangsa ini sedang tidak baik-baik saja.

Tujuh Lima Semoga Makin Jaya...

Tulisan Terbaru

yaudah iya

  Terkadang seseorang pergi bukan mutlak karena keinginannya sendiri pun juga bukan karena ada sesuatu lain yang sedang ingin ia kejar. Sei...